Senin, 25 Oktober 2010

Bahasa Lisan dan Tulisan

Bahasa lisan dan tulisan merupakan bahasa yang berbeda. Bahasa lisan adalah kalimat yang diucap. Sedangkan, bahasa tulisan adalah kalimat yang disampaikan dalam bentuk tulisan. Kita sering tidak memahami arti dari keduannya. Karena, kita hanya tahu menggunakannya.

Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsure dasarnya. Dalam ragam tulis kita berurusan tata cara penulisan disamping aspek tatabahasa dan kosakata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti unsur kata ataupun unsure kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenran penggunaantanada baca dalam mengungkapkan ide.

Meski sudah ada tanda baca dalam bahasa tulisan, tidak sepenuhnya bisa menyampaikan sama persis dengan apa yang dimaksud oleh penulis. Fungsi tanda baca sama halnya dengan ekspresi wajah saat orang berbicara. Tanda tanya (?) mewakili sebuah keingintahuan atau pertanyaan. Tanpa tanda baca yang jelas, maksud dari bahasa tulisan tak kan sampai dan berakibat salah paham. Misal:  kalimat “budi ada dirumah?” jelas berbeda dengan “budi ada dirumah” (tanpa tanda tanya). iya kan? Kalimat tanya berbeda dengan kalimat berita.
Penggunaan tanda baca yang benar dalam tulisan bukan berarti kita berada ‘dititik aman’ dalam berkomunikasi. Tidak bertemunya sipenulis tulisan dengan yang membaca tulisan masih menimbulkan salah paham, tidak tersampainya maksud sipenulis kepada pembaca.

Hal ini cenderung terjadi pada komunikasi melalui pesan singkat (SMS), dimana ekspresi pengirim dan penerima pesan tak jelas. Contohnya, masih ada yang belum mengerti bahwa penggunaan huruf kapital (uppercase) pada deretan huruf adalah bentuk tegas atau ekspresi marah. Belum lagi mood lawan ‘bicara’ yang tak bisa dilihat.

Ragam bahasa lisan adalah bahan yang dihasilkan alat ucap dengan fenom sebagai unsure dasar. Dalam ragam lisan, kita berurusan dengan tata bahasa, kosakata, dan lafal. Dalam ragam bahasa lisan ini, pembicara dapat memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, air muka, gerak tangan, isyarat untuk mengungkapkan.
Ini pertentangan yang sering terjadi. Ketika beralih ke dalam bahasa tulisan, kebanyakan kita ternyata hanya sekadar memindahkan tuturan-tuturan kita ke dalam bentuk tulisan. Dengan kata lain, kita sekadar mentranskrip tuturan kita.

Sekadar contoh, kebanyakan kita akan mengucapkan kuatir daripada khawatir. Ketika kita menulis, kita cenderung menuliskan kuatir daripada khawatir. Contoh lain, kita juga suka kata merubah daripada mengubah, suatu salah kaprah yang berawal dari kekeliruan proses morfologi. Kita juga sering menulis kotbah daripada khotbah. Atau ijin untuk izin. Kemudian kita menulis “aku mau tahu”, kita pasti akan sulit mengartikan kalimat tersebut karena, dapat berarti rasa ingin mengerti atau ingin mendapatkan sebuah makanan. Dan masih banyak daftar yang bisa ditambahkan
Kita juga perlu sadar bahwa salah satu ciri bahasa tulis memang sifatnya yang terkesan lebih baku. Kalaupun tidak baku, setidaknya disampaikan dengan bahasa populer atau bahasa gaul.

Ragam bahasa berdasarkan penutur atau logat/dialeg merupakan ragam bahasa daerah. Luasnya pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa. Seperti yang terjadi Negara ini dimana, luasnya Negara menimbulkan perbedaan bahasa di tiap wilayah. Ragam bahasa yang dimiliki daerah memiliki ciri khas yang berbeda. Misalnya loga bahasa orang jawa tengah pada pelafalan ‘b’ pada posisi awal saat melafalkan nama kota seperti Bogor, Bandung dll. Logat bahasa bali pada pelafalan ‘t’seperti pada kata ‘ithu’, ‘canthik’ dll.

Ragam bahasa berdsarkan penutur pendidikan merupakan bahasa yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda dengan yang tidak berpendidikan. Terutama dalam pelafalan bahasa yang berasal dari bahasa asing. Seperti ‘fitnah’, ‘video’,’kompleks’,’film’,’mencari’ dll. Penutur yang tidak berpendidikan mungkin akan bertutur ‘pitnah’,’pideo’,’pilm’,’komplek’,’nyari’.

Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur merupakan ragam bahasa yang dipengaruhi oleh penutur terhadap lawan bicara. Sikap itu antara lain resmi, akrab, dan santai. Keduduukan lawan bicara juga mempengaruhi sikap. Seperti saat seorangg karyawan berbicara atau menulis terhadap seorang atasan maka akan digunakan bahasa resmi. Jadi, makin formal jarak penutur dan lawan bicara maka akan semakin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah tingkat keformalannya maka akan semakin rendah tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.

Bahasa baku merupakan merupakan ragam bahasa yang dipakai dalam situasi resmi atau nonresmi baik lisan maupun tulisan. Bahasa baku dipakai dalam:
a.Pembicaraan di depan umum seperti: pidato kenegaraan, seminar, rapat.
b.Pembicaraan dengan orang yang dihormati seperti: atasan, guru, pejabat.
c.Komunikasi resmi seperti: surat dinas, surat lamaran kerja, undang-undang
d.Wacana teknis seperti: laporan penelitian, makalah, tesis, disertasi.

Segi kebahasaan yang telah diupayakan kebakuannya adalah:
a.Tata bahasa yang mencakup bentuk dan susunan kata atau kalimat.
b.Kosakata
c.Istilah
d.Ejaan
e.Lafal baku yang kriterianya adalah tidak menmpakan kedaerahan

Oleh karena itu, marilah kita gunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sehingga hal semacam ini tidak dapat terbawa ke anak cucu kita dan akan membawa dampak negatif dalam perkembangannya.


Sumber: http://indonesiasaram.wordpress.com/
http://jelajahdiri.com/blog
http://intl.feedfury.com/content/15241462-ragam-bahasa.html
www.google.com